Friday, August 29, 2008 |
Ketika Hati Bicara |
Ketika kata suka dan sayang terucap, kan kusuka dan kusayang dengan sikap Ketika kubersikap, ku ingin tuk saling menyayangi selamanya Dan saling menjaga perasaan masing-masing Kutakpeduli suka dan sayang dari lisan wanita lain Karna yg kusayang telah memberiku kepercayaan Dan akan kujaga, dengan hatiku semua yg kurasa
Jika suka dan sayang hanyalah bualan belaka Tuk apa harus dipertahankan Tunjukkan padaku, agar kau membenciku Agar rasa yg tlah kupupuk dalam hatiku ini beku Tuk kuhancurkan atau kucairkan kemudian hari Dengan rasa ini aku mengetahui Bahwa semua itu hanyalah sandiwara cinta Permainan yg dimainkan oleh salah satu dari kita
Bagai daun muda yg terlepas dari rantingnya Karna rantingnya tau mau ada, atau angin menggodanya Terhempas dan tanpa berpegang apa-apa Ataukah hanyut dalam lingkaran arus air yg menyapa Adakah harapan tuk berguna, seperti halnya fungsinya Memberikan apa yg dia punya, manfaat akan hadirnya dia Sebagai tunas muda, dalam mengarungi dunia fana.
|
posted by Antony @ 12:14 AM  |
|
Sunday, August 17, 2008 |
Kebenaran Al Quran dibalik kisah Nabi Luth |
Dari membaca sebuah tabloid Kisah Hikmah (edisi 36) ada sebuah cerita dan menyitir dari Al-Quran, yaitu QS : Al Hijr 71-74. Dari situ kubuka Al Quran dan kucari artinya yg sebenarnya, ternyata sitiran ayat tersebut dimulai dari ayat 73 dan 74 saja.
Fa 'akhodzat humush shoykha tumusyriqiina. Faja'alna 'aliyahaa safilaha wa amthorna 'alaihim khijaa rotamminsijjillin.
"Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yg keras."
Sedangkan arti yang tertulis di tabloid diatas adalah : "Akhirnya merekapun dibinasakan oleh letusan suara yg mengggempakan bumi, ketika matahari terbit. Maka, Kami jadikan negeri kaum Luth itu tunggang terbalik dan Kami hujani atasnya dengan batu dari tanah yang dibakar"
Gak ngerti mana yang benar karna aku hanya mengambil dari intisari artinya saja.
Dalam artian yang pertama kaum Nabi Luth dibinasakan dengan adanya tanah longsor yang mengubur kota mereka beserta penduduknya kecuali Nabi Luth dan para pengikutnya, bisa kita ambil artian dari ".... suara keras yg mengguntur ....... Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yg keras". Hanya tanah longsor yang menimbulkan kondisi seperti arti tersebut (atau bencana yg lain, ada komentar?), disetiap tanah longsor pastinya diikuti suara yang bergemuruh dan tentunya longsorannya adalah tanah2 keras bercampur dengan batu-batuan. Dimana lokasinya? wa innaha labisabii limmuqiimin = "Dan sesungguhnya kota* itu benar-benar terletak dijalan yang masih tetap (dilalui manusia)" (QS Al Hijr:76) * dalam hal ini yg dimaksud adalah kota Sadom yang terletak dekat pantai Laut Tengah.
Artian yang kedua, Kaum Nabi Luth dihancurkan dengan letusan gunung.".... letusan suara yang menggempakan bumi.....Kami hujani atasnya dengan batu dari tanah yang dibakar". Seperti halnya ketika gunung meletus pastinya akan mengalami gempa tektonik dan tanah yg dibakar (magma/lava/lahar) akan menyembur keatas. Tetapi apakah dengan gunung meletus mampu menghancurkan sebuah kota?
Entah itu tanah longsor atau gunung meletus mampu mengubur sebuah kota? Wallahu Alam. Dari sini aku ingat akan sebuah cerita dari dalam negeri, sebuah bencana yang mampu menjadikan bencana global yang terpusat dari negeri ini, Indonesia. Apa itu?
Masih ingatkah kita dengan Gunung Tambora dan Gunung Krakatau? Bencana paling dahsyat adalah Gunung Tambora (klik untuk mengetahui sejarah detailnya). Gunung Tambora meletus hebat pertama kali pada saat 3951 SM (tercatat dalam sejarah paling besar), saat ini mungkin adalah saat dijaman para nabi (kalender Masehi muncul setelah adanya Nabi Isa as). Akibat dari letusannya menjadikan bumi tidak mendapatkan sinar matahari selama beberapa bulan dan menjadikan Eropa mengalami musim dingin yang berkepanjangan karena atmosfer terselimuti oleh debu dan abu dari letusan gunung Tambora sehingga dalam waktu yg lama tidak mendapatkan sinar matahari (mungkinkah Bumi jaman es terjadi disaat ini?). Tahun 1815 Gunung Tambora kembali meletus dan ini letusannya diperkirakan 4 kali lipat dari letusan gunung Krakatau, dari puncak ketinggian 4300 m dan setelah letusan menjadi 2851 m. Gunung Tambora kehilangan ketinggiannya kurang lebih 2500 m, brarti sebagian besar material yg ada digunung lenyap begitu saja dalam sebuah letusan.
Dengan letusan yg besar sampai kehilangan ketinggian sebesar 2500-an meter, menjadikan aku tuk berpikir ulang tentang arti dari ayat tersebut. Baik dari artian yang pertama atau yang kedua, karena kedua-duanya memiliki makna yang sama. Yaitu letusan gunung yg dahsyat dan terbuang/terlemparnya material-material gunung (tanah, pohon, dan isinya) yang mampu menghancurkan lebih dari 1 kota dan efek dari bencana ini bisa secara global.
Dalam hal ini patut sekiranya kita renungkan seperti apa bumi ini dulu, kejadian2 apa yang terjadi pada saat jaman para Nabi yang terkandung dalam Al Quran dengan penemuan2 ilmuwan/sejarawan yang ada saat ini. Kebenaran Al Quran yang patut kita benarkan tanpa ada kesangsian atas isinya.
Insya Allah akan kucoba tuk gali lagi lebih dalam dan kucari kebenaran Al Quran lagi dari kejadian-kejadian alam dan peristiwa yang terjadi belakangan ini. |
posted by Antony @ 2:27 PM  |
|
Sunday, August 10, 2008 |
Filosofi Layang-Layang |
Disaat kecil aku suka bermain layan-layang, bahkan sampai saat ini kalo diajak maen layang aku masih suka. Aku ulur layangku naik tinggi banget, repotnya kalo mo pulang musti harus narik setarik demi setarik sampai kepegang tangan. Yang paling menyenangkan adalah ketika aku mencoba memutus layang-layang teman, saling ulur dan saling tarik sampai salah satu ada yg putus. Dikala putus layang-layang itu akan terbang jauh dan dikejar ma anak-anak kecil siapa yg dapat dia yg berhak atas layang putus itu, bahkan ada juga yang tersangkut dipohon.
Dari situlah ternyata ada filosofi dibalik bermain layang-layang tersebut, yaitu harapan/cinta. Kita dan beberapa orang pasti merasakan dimana kita mencintai seseorang dan memberi harapan kepada orang lain akan cinta kita pasti akan ada yg bersifat seperti layang-layang tersebut, yaitu tarik dan ulur. Disaat layang-layang layang itu kita tarik, pastinya akan mendekat ke kita. Tetapi disaat diulur tentunya akan jauh juga layang itu, begitupun dengan sebuah harapan. Kita memberi harapan kepada seseorang tetapi kita ulur harapan itu menjadi jauh, dikala jauh kita tarik lagi agar dekat dengan kita. Semakin jauh kita mengulur sebuah harapan, akan menarik lawan untuk memutuskannya. Dan disaat kita tarik, lawan tidak akan melihat layang kita karena dekat dengan kita, harapan yg kita dapatkan. Ketika layang itu putus, seperti halnya dengan harapan kita putus juga. Dan jangan salahkan orang lain jika layang/harapan itu tertangkap oleh orang lain, ataupun tersangkut ditempat lain. Kitapun juga akan susah jika berusaha mengejarnya, karena dengan terbawanya angin layang/harapan itu akan terbang jauh dan pastinya sudah banyak yg akan merebutnya. Kita pastinya akan bersusah payah mengejarnya, seperti hal dulu ketika layang-layang yg kumainkan putus aku berusaha tuk mendapatkannya kembali dengan mengejarnya dan itu pun ternyata sia-sia belaka. Disaat itulah timbul rasa kecewa, karena kita tidak dpt mempertahankannya.
Kita bermain layang-layang akan tentu sangat senang jika naik tinggi, karena kondisi layang kita akan tenang dan kita tidak khawatir. Berbeda dengan layang itu kita naikkan tidak terlalu tinggi, pastinnya kita tidak akan tenang karena layang-layang kita akan selalu kesana kemari. Demikian juga sebuah cinta, kita mencintai seseorang akan merasa tenang jika kita naikkan cinta kita setinggi-tingginya kepada seseorang itu. Apabila kita mencintai seseorang dengan biasa/tidak terlalu tinggi, akan banyak godaan dikanan dan kiri yang siap menjatuhkan layang/cinta kita.
Artinya adalah janganlah kita tarik ulur harapan kita/seseorang, karena pada akhirnya akan putus juga dan sulit untuk mendapatkannya kembali, dan cintailah dengan perasaan cinta yang tinggi agar kita bisa tenang untuk merasakan artinya cinta.
Sumber : Onywa Akunoichi |
posted by Antony @ 2:43 AM  |
|
Friday, August 1, 2008 |
Sebuah Doa Dan Bingkisan Yang Ruwet |
sebenarnya sulit banget melacak darimana cerita ini sumbernya, dari hasil penelusuran di dunia cyber banyak yg memasukkan cerita ini dalam blog-blog mereka tanpa disertai sumber yg jelas. Untuk itu ini saya ambil dari Blog ini
Silakan tuk disimak, terima kasih.
Malam Jum’at di Masjid Rungkut Jaya. Suatu kali.
Beberapa ayat telah dikupas dari berbagai tafsir: Jalalain, Al-Mishbah, Al-Azhar, Adz-Dzikra, Fii Dzilalil Qur’an, dan beberapa tafsir berbahasa Jawa dan Inggris.
“Saya pernah berdoa yang tak biasa, Pak,” kata Bu Kus membuka sesi pertanyaan. “Apa itu, Bu Kus?” tanya Pak Suherman Rosyidi, Sang Ustadz.
“Suatu kali saya berdoa: Ya Allah, jadikan saya isteri yang selalu terlihat cantik di mata suami.” “Doa yang bagus, dong,” sergah Pak Ustadz, “lalu apa yang terjadi?”
“Ya, memang bagus, Pak Herman. Tetapi, esok harinya wajah saya mulai ditumbuhi jerawat yang saya tidak tahu darimana datangnya. Banyak. Beberapa hari kemudian malah memenuhi seluruh wajah. Saya jadi kebingungan. Akhirnya mau tidak mau saya harus menjalani perawatan kecantikan wajah ke sebuah salon kecantikan, suatu hal yang tidak pernah saya lakukan. Saya harus datang ke tempat itu untuk membersihkan jerawat di muka saya. Berkali-kali. Berhari-hari. Hasilnya tentu saja mengejutkan saya. Wajah saya menjadi lebih bersih dari semula. Lebih cantik.” “Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?”
“Ya, sih Pak. Tetapi itu belum seberapa, Pak.” “Maksudnya gimana?”
“Saya juga pernah berdoa yang tak biasa, Pak. Doa yang lain.” “Apa itu?”
“Saya berdoa agar Allah menjadikan saya isteri yang setia pada suami.” “Doa yang bagus juga. Lalu apa yang terjadi, Bu?”
“Esok harinya, suami saya jatuh sakit. Tak bisa bangun. Ia harus dirawat di rumah sakit. Berhari-hari. Saya mau tak mau harus menungguinya selama terbaring itu. Saya bahkan sampai merasa itu semua seperti ujian bagi saya. Ujian terhadap kesetiaan saya, apakah saya tetap setia pada suami apa tidak. Saya seketika teringat akan doa yang pernah saya panjatkan sebelumnya.” “Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?”
“Ya, sih, Pak.” “Lalu sekarang, pertanyaannya Ibu apa?”
“Bukan pertanyaan, Pak.” “Lalu apa?”
“Sekarang ini, saya justru merasa takut untuk berdoa. Gimana ini?”
*** “Apakah Tuhan memberikan apa yang engkau harap dengan mengantarkannya dalam bungkusan yang indah?” Neno Warisman pernah bertanya demikian pada sebuah acara di televisi, mengutip pernyataan seorang pakar yang aku lupa namanya.
“Tidak!” lanjut Neno. “Tuhan tidak mengantarkan apa yang engkau minta dalam sebuah bungkusan yang menarik lagi indah. Bahkan Ia mengantarkannya dalam bungkusan yang jelek, ruwet, carut-marut, dan kelihatannya sukar untuk dibuka.
Pertanyaannya adalah: mengapa?” “Itu tidak lain karena Ia ingin melihat bagaimana engkau membuka bungkusan itu dengan penuh kesabaran, telaten, bersusah-payah lapis demi lapis, sedikit demi sedikit, terus, terus, dan terus. Tak pernah berhenti apalagi berpaling. Hingga pada akhirnya bungkus terakhir terbuka dan engkau mendapatkan sesuatu yang engkau harapkan ada di dalamnya.”
Bukankah Allah pasti akan mengabulkan apa yang hamba-Nya pinta? Kuncinya kalau begitu adalah: jangan pernah berhenti memuja. Jangan pernah berhenti berharap.
Allah tidak tidur. Allah Maha Mengetahui. Allah Maha Mendengar. Dia Maha Rahman dan Maha Rahim.
Sungguh tak ada yang sepatutnya kita lakukan kecuali selalu berprasangka baik pada setiap pemberian-Nya. Entah nikmat, entah musibah. Karena musibah pun mungkin hanyalah bungkus belaka; yang selayaknya kita yakini bahwa itu semua hanya karena Ia ingin melihat kita membukanya dengan sepenuh cinta.
Sekedar mo nambahi saja
Dalam hidup ini sering kali kita merasa doa kita tidak terkabulkan, tetapi sebenarnya kita diuji tuk mendapatkan doa kita. Dan ujian itulah yang disebut dengan bingkisan yang ruwet, dan doa terkabul itulah kado kita. Tidak jarang juga kita lihat beberapa orang yg berdoa dan langsung dikabulkan. Sebenarnya bingkisan yang ruwet itu ibarat sebuah ujian yang akan Allah berikan disaat awal ataupun diakhir kado.
Justru yang paling sulit adalah ketika kado itu kita terima diawal, sedang bungkusannya dibelakang. Itu cobaan yang tanpa kita sadari akan menghancurkan kita sendiri jika kita tidak mensyukurinya, karena banyak hal yang terlena dengan diberikannya kado kita diawal. Kado diberikan diawal tuk membuktikan ketakwaan dan rasa syukur kita, dan jika kita tidak dapat mensyukurinya dan semakin tambah takwa kita suatu saat nanti kado yang kita dapatkan akan menjadi kehancuran bagi kita.
Semua itu berawal dari pengalaman pribadi dan hasil pengamatan terhadap sekelilingku. |
posted by Antony @ 9:09 AM  |
|
|
|