Wednesday, March 19, 2008 |
Perang Tarif VS Revenue VS Kualitas |
Bisnis apa yang paling menjanjikan di tanah air ini? salah satunya adalah operator telekomunikasi. Ya, opertaor telekomunikasi telah menjadi sebuah peluang bisnis untuk berinvestasi dibidang itu. Beberapa Operator telekomunikasi saat ini berusaha untuk menggaet pelanggan sebanyak - banyaknya, salah satunya dengan menurunkan tarif. Lalu kenapa menjadi perang tarif?
Sebenarnya dengan semakin banyaknya pelanggan, maka revenue (pendapatan perusahaan) akan meningkat dan hal ini dapat digunakan untuk memperluas wilayah coverage maupun kualitas layanan. Dari sisi psikologis pelanggan pasti lebih memilih tarif murah dan kualitas prima, dan itu yang membingungkan pelanggan.
Seperti kita ketahui saat ini yang paling getol perang tarif adalah Indosat IM3 dan XL Bebas dimana tarifnya ancur-ancuran, tetapi kenapa Telkomsel dengan Simpati PeDe-nya gak ikut-ikutan? Mungkin perlu kita ketahui dampak dari perang tarif ini. Analisa saya dengan perang tarif ini mungkin bisa menjadikan para operator telekomunikasi berhneti sejenak untuk tidak saling sikut.
1. Dengan turunnya tarif telepon tentunya akan lebih menguntungkan pelanggan (kata mereka "operator telekomunikasi" -red) memang benar dengan turunnya tarif telkomunikasi kita semua juga pastinya sangat senang karena kita bisa telepon lebih lama tanpa terlalu memikirkan pulsanya habis berapa. Pada kondisi sekarang hal itu malah merugikan pelanggan dan masyarakat umum, kenapa? Ketika operator A turun tarif, kita pasti senang dengan asumsi "Wah pake operator A lebih murah nih, bisa ngobrol lebih lama". Trus si pelanggan akan beralih ke operator tersebut karena tarif lebih murah, tetapi beberapa saat kemudian operator B turun tarif lebih murah lagi. Apa yang ada dipikiran pelanggan? pastinya pindah kelain hati dong (just asumsi aja) kecuali kalau pelanggan loyal, mo turun ato tetap (asal gak naik aja) pasti tetap bertahan. kalau setiap ada operator menurunkan tarif lebih murah dan beberapa pelanggan trus beralih dipastikan akan berganti nomor, nah ini yang sulit menjadi keputusan pelanggan (sebenarnya) karena nomor yang dimilikinya sudah ganti, jadi sulit untuk dihubungi. Begitu juga kalau pelanggan ini mempunyai banyak relasi yang sudah mengetahui nomornya, pasti akan kehilangan banyak relasi (bahkan mungkin peluang bisnis) yang hilang karena gak bisa menghubungi nomor lama. Dengan perang tarif ini saya sendiri sebagai pelanggan juga pusing, terutama dengan itung2annya. Perhitungan ke sesama (Lokal/SLJJ) trus ke operator lain (Lokal/SLJJ) dan mencoba membandingkan dengan tarif baru. Intinya : Pelanggan semakin dirugikan dengan banyaknya pilihan dan skema penetapan tarif dan potensi kehilangan relasi, kerabat, keluarga dengan tidak berfungsinya nomor lam (kecuali kalo beli HP baru lagi untuk operator baru yg baru turun tarifnya.
2.Dengan turunnya tarif, mau tidak mau akan turun juga revenue/pendapatan perusahaan. Nah untuk tidak turun dalam hal revenue, maka jumlah pelanggan harus dinaikkan agar pendapatan tidak turun sehingga biaya yang dikeluarkan untuk investasi dan operasional tetap aman. Karena itu operator telekomunikasi akan berusaha menambah jumlah pelanggan dengan cara menurunkan tarif agar pelanggan mau pindah ke operator yang bersangkutan.
3. Dengan turunnya revenue, maka kualitas apakah naik atau turun? Jangan bilang dulu kualitas bakal turun, dan jangan bilang akan naik. Kita lihat dulu untuk masalah kualitas ini memang terkait dengan pendapatan perusahaan. Jika pelanggan yang diharapkan akan mendongkrak revenue perusahaan ketika tarif turun tidak tercapai, maka harus ada yang dikorbankan, yaitu Karyawan atau Layanan? Jika Karyawan ada beberapa pilihan : a. Pengurangan Karyawan b. Pengurangan Gaji/Intensif/Bonus/Tunjangan Nah bagaimana kalo pilihannya di Layanan? Bisa dipastikan layanan akan turun dan pelanggan semakin tidak berminat jika layanan yang diberikan tidak bagus. Mengingat investasi untuk infrastruktur menbangun jaringan, BTS, perangkat telekomunikasi, SDM, Lisensi, Interkoneksi, dll akan semakin menjadi rumit nantinya persoalan yang dihadapi perusahaan telekomunikasi. Di Indonesia banyak sekali operator telekomunikasi yang beroperasi, baik GSM maupun CDMA dan ada juga investor dari dalam negeri dan luar negeri untuk aliran dana segar yang setiap saat selalu dibutuhkan.
4. Efek dari penggunaan telepon akan lebih sering dilakukan pelanggan, kapasitas daya tampung pelanggan-pun juga harus ditingkatkan karena akan terjadi call usage dalam waktu yang bersamaan dan ini pun tidak akan sebentar saja. Belum juga dari radiasi yang diterima, bagaimana kalau untuk telepon sesering mungkin. Disamping itu kasihan khan telinganya mpe merah, untung kalau sampai gak jadi tuli/budeg/bolot :))
Dengan perang tarif ini akan berimbas ke siapa saja? Selain operator telekomunikasi, juga akan berimbas ke :
a. Dealer dan sub bisnisnya, kenapa? karena Dealer maupun sub bisnisnya ada target yang harus dipenuhi yang dibebankan dari operator telekomunikasi, bisa dibayangkan jika dealer diberi target misal 100jt saja untuk kota A, apakah nantinya tercukupi? Bisa YA kalau di kota A pelanggan operator tersebut loyal, kalau TIDAK? b. Pelanggan, dengan semakin cepatnya berganti tawaran dari operator yang turun tarif tentunya akan memusingkan pelanggan. Belum lagi ada sesuatu yang pelanggan tidak tahu dibalik tarif murahnya tersebut (bahasa iklan lebih halus dari bahasa pedang) c. Operator yang bersangkutan, mengalami revenue menurun kalau tarif turun tidak dibarengi dengan naiknya jumlah pelanggan. Dipastikan untuk memilih kondisi yang nantinya akan menyulitkan perusahaan tersebut (seperti yang tertulis diatas)
Dengan banyaknya operator telekomunikasi di Indonesia (4 Operator GSM dan 6 Operator CDMA) menjadikan kue di bidang ini akan terbagi menjadi kecil terlebih lagi dimana jumlah penduduk Indonesia kurang dari 300juta penduduk, pembagian frekuensi yang membuat pusing pemerintah, dan statement dari luar negeri kalau untuk bisnis ini masih ada peluang dan menjanjikan akan membuat investor tertarik untuk masuk.
Sungguh tidak masuk akal, dan bagaimana jika nantinya malah di merger perusahaan telekomunikasi seperti isu merger Indosat dengan Telkomsel beberapa tahun yang lalu. Sekarang meski Indosat dan Telkomsel tidak jadi merger, tetapi saham mereka sudah di merger melalui anak perusahaan SingTel.
Beberapa iklan yang sangat kentara dalam perang seperti terlihat di bawah ini.
Dan beberapa iklan yang sempat diambil dari berbagai sumber.
Dengan begini siapa yang untung? Tentunya Vendornya dong, dah alat2 telekomunikasinya laku terjual dan juga gak perlu repot2 akuisisi pelanggan sebanyak-banyaknya disamping itu untuk maintenance tinggal operator mo bayar berapa sesuai dengan kualitas layanan nantinya. |
posted by Antony @ 1:09 PM |
|
|
|